Sabtu, 19 Desember 2015

Uji Reabilitas


Uji reabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulangi. Metode yang sering digunakan dalam penelitian adalah metode cronbach’s alpha. Uji ini dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai α (alpha) pada output pengolahan data dengan SPSS versi 16.0 dengan nilai r tabel, dimana jika α (alpha) = 5% lebih besar dari nilai r tabel maka penelitian ini memiliki reliabelitas.

Landasan Teori


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1.  Kreativitas Manajemen
Aset organisasi yang paling penting tidak lagi terletak pada bahan baku, sistem transportasi, atau pengaruh politik. Dewasa ini ide kreatif dapat mengubah barang atau jasa menjadi suatu produk yang lebih berharga. Melalui kepeloporan para pekerja yang kreatiflah lahir sejumlah teknologi baru, kelahiran industri baru, dan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Dengan demikian, hal terpenting dewasa ini adalah bagaimana mengelola kreativitas secara maksimal (Afiff, 2014:14). Bagaimana meningkatkan kualitas dan produktivitas, dengan mengakomodir proses kreatif dalam menghadapi kompleksitas dari suatu persaingan.
Tantangan berikutnya yaitu bagaimana agar kreativitas tersebut dapat diintegrasikan kedalam suatu Proses Manajemen Bisnis (PMB), dan bagaimana PMB yang ada tidak mengekang hasrat kreativitas. Dewasa ini, selain kriteria klasik seperti faktor biaya dan efisiensi, suatu organisasi semakin dituntut untuk mampu menjadi lebih kreatif dan berinovasi dalam menghadapi pasar. PMB sebagai suatu pendekatan yang menggunakan model dan analisis untuk meningkatkan PMB telah berhasil diterapkan tidak hanya untuk meningkatkan kinerja dan mengurangi biaya semata, akan tetapi juga telah berhasil memfasilitasi imperatif bisnis lainnya, seperti manajemen risiko dan manajemen pengetahuan. Individu yang kreatif harus mencari solusi dalam proses yang kompleks yang ditunjang sejumlah informasi, komunikasi yang intensif, dan kebebasan kreatif. Disamping itu, kreativitas dalam proses bisnis membutuhkan sistem insentif tertentu, untuk mengimbangi pengetahuan tentang tugas-tugas kreatif, dan sekaligus mengalokasikan sumber daya tanpa mengorbankan kreativitas.
Seorang manajer dalam memimpin organisasi tidak hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan administratif atau pengambilan keputusan (decision making) saja, tetapi harus melakukan pekerjaan yang sifatnya lebih kreatif. Seorang manajer tidak cukup hanya melaksanakan suatu pekerjaan yang sudah merupakan kegiatan rutin seperti yang pernah dilakukan pada pekerjaan-pekerjaan sebelumnya. Sebab kemungkinan besar organisasinya akan berubah menjadi statis, sehingga pada akhirnya organisasi tersebut akan mengalami kemunduran atau penurunan, terutama apabila organisasi itu berada dalam suatu lingkungan usaha yang bersifat kompetitif. Oleh karena itu dapat juga dikatakan bahwa seorang manajer adalah juga seorang creator dan sekaligus sebagai innovator (Afiff, 2014:18).
Atas dasar hal tersebut, sudah sepantasnya apabila kreativitas dan inovasi juga dimasukkan dalam salah satu bagian manajemen. Bagian ini secara substansi merupakan penciptaan dan pengembangan cara-cara baru dan lebih baik dalam mengerjakan suatu kegiatan guna mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Seorang manajer mungkin dapat menggali ide-ide baru dari dirinya sendiri atau dapat pula mengkombinasikan ide lama dengan ide-ide baru, atau menyesuaikan ide-ide dari bidang lain untuk kemudian digunakan dalam bidangnya sendiri. Namun tidak menutup kemungkinan dapat juga bertindak sebagai katalisator dan stimulator bagi orang lain (anggota dalam organisasi) untuk mengembangkan dan melakukan kreativitas dan inovasi.
SUSTAINABLE OF ORGANIZATION
COMPETITIVE ADVANTAGE
          Analisis
Lingkungan
          Analisis
Persaingan
     ORGANISASI YANG
KREATIF & INOVATIF
        Lingkungan ORGANISASI
YANG KONDUSIF
 











                  Sumber: Purhantara (2012:154)
GAMBAR 2.1.
 Peran Organisasi yang Kreatif dan Inovatif
Kreativitas merupakan kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan menemukan cara-cara baru untuk memandang masalah menjadi peluang. Inovasi merupakan kemampuan untuk menerapkan solusi-solusi kreatif terhadap masalah dan peluang guna menumbuhkan usaha. Kreativitas dan inovasi memang membutuhkan dana yang tidak sedikit, maka organisasi perlu menginvestasikan dananya untuk keperluan ini. Hal ini dipergunakan untuk timbulnya suatu keadaan yang mendorong kreativitas, yaitu tidak hanya dalam bagian penelitian dan pengembangan saja tetapi juga dalam keseluruhan manajemen organisasinya. Langkah-langkah perubahan terus meningkat dengan cepat, dalam bidang teknologi, dalam standar produk, dan juga dalam persaingan. Semua ini telah menimbulkan perhatian yang lebih besar di dalam organisasi-organisasi mengenai pentingnya kreativitas dan inovasi (Afiff, 2014:25).
Dalam berbagai kajian, kreativitas (demikian pula halnya dengan inovasi) memiliki peran yang sangat sentral dalam kewirausahaan. Maksudnya adalah semangat dan jiwa kewirausahaan hanya akan tumbuh dan berkembang manakala kreativitas dan inovasi dimiliki oleh seorang wirausahawan. Wirausahawan yang berhasil adalah seseorang yang mampu mengembangkan gagasan dan mampu mengimplementasikannya ke dalam bentuk pola-pola pekerjaan yang lebih menguntungkan dan memberikan kepuasan kepada semua pihak. Artinya gagasan cerdas ini semata-mata bukan hanya untuk memberikan kepuasan kepada dirinya selaku pribadi, namun lebih ditonjolkan bagi kemakmuran bersama (organisasi perusahaan).
Apabila dikaitkan dengan Organizational Development, peran sentral kreativitas merupakan suatu kemauan kuat organisasi untuk mengadakan atau menciptakan sesuatu yang berkaitan dengan daya saing dan keberlangsungan hidup organisasi (competitive power and sustainable organization), seperti yang dinyatakan Purhantara (2012:144), yaitu:
a.       Cara-cara baru untuk pengambilan keputusan yang lebih efektif,
b.      Menciptakan proses layanan konsumen yang serba cepat, benar, dan akurat dengan basis sistem informasi,
c.       Tehnik memberikan kepuasan kepada pelanggan yang berkelanjutan,
d.      Cara-cara baru di dalam mengambil keputusan investasi yang lebih menguntungkan kepada stakeholders,
e.       Pengembangan struktur organisasi yang lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan,
f.       Pengembangan budaya organisasi yang berbasis pada nilai kewirausahaan,
g.      Menciptakan cara-cara baru guna mencapai tujuan organisasi yang lebih efisien dan efektif.
Kreativitas memegang peranan yang sangat sentral di dalam upaya-upaya baik individu maupun organisasi di dalam mengoptimalkan potensi dirinya untuk mengefektifkan kinerjanya dalam rangka memberikan kepuasan kepada semua stakeholders. Upaya ini diterjemahkan sebagai upaya untuk mencari cara-cara baru di dalam mencari solusi atas masalah yang terjadi, baik yang bersumber dari optimalisasi potensi dari dalam (inner power) maupun dikarenakan oleh tekanan dari faktor ekternal organisasi. Menurut Zimmerer dan Scrborough (2006) dalam Purhantara (2012:155) kreativitas merupakan “kemampuan untuk mengembangkan gagasan baru dan untuk menemukan cara-cara baru dalam melihat masalah dan peluang”. Sementara itu menurut Roe (1963) dalam Purhantara (2012:155), syarat seseorang disebut kreatif apabila:
a.       Terbuka terhadap pengalaman (openness to experience)
b.      Pengamatan melihat cara biasa yang biasa dilakukan (observance seeing things in unusual ways).
c.       Keingintahuan (curiosity).
d.      Menerima dan merekonsiliasi lawan yang tampak (accepting and reconciling apparent opposites).
e.       Toleransi terhadap ambiguitas (tolerance of ambiguity).
f.       Kemandirian dalam penilaian, pikiran, dan tindakan (independence in judgment, thought and action).
g.      Memerlukan dan menerima otonomi (needing and assuming autonomy).
h.      Percaya diri dan berani mengambil risiko (self reliance and risk taking).
i.        Tidak sedang tunduk kepada pengawasan kelompok (not being subject to group standards and control).
j.        Kesediaan untuk mengambil risiko yang diperhitungkan (willingness to take calculated risks).
k.      Ketekunan (persistence)
DAYA CIPTA &
DAYA SAING
GROWTH
ORGANIZATION
CHANGE ORGANIZATION
KREATIVITAS
 








Sumber: Purhantara (2012:156)
GAMBAR 2.2.
 Peran Kreativitas bagi Pertumbuhan dan Penciptaan Daya Saing Organisasi.

Kreativitas sangat memiliki peranan sentral di dalam kewirausahaan, karena kreativitas akan mendukung daya cipta dan daya saing suatu usaha. Kreativitas berasal dari arahan dalam diri (inner-direct), sehingga sangat mungkin tidak memberikan atau tidak berfokus pada lingkungan.
Dale dalam Purhantara (2012:156), disebutkan beberapa proses kreativitas yang dapat dilakukan oleh seorang manajer untuk mengembangkan suatu kreativitas yang ada di dalam organisasinya. Proses kreativitas tersebut yaitu:
a.       Menggali kreativitas yang tersembunyi (kreativitas laten yang dianggap dimiliki oleh setiap orang dengan kadar yang berbeda-beda).
b.      Mengidentifikasikan orang-orang yang secara alamiah mempunyai kreativitas yang tinggi.
c.       Mengembangkan dan menciptakan suatu suasana yang dapat lebih mendorong timbulnya kreativitas.

2.1.2. Gagasan Kreativitas Manajemen
Seseorang pada level manajemen harus memiliki ide-ide baru yang dihasilkan dari suatu kreativitas. Kreativitas inilah yang akan membawa pihak manajemen untuk berinovasi terhadap produk yang inovatif. Naisbitt dan Aburdene dalam Afiff (2014:66) menyatakan begitu perlunya suatu basis pendidikan yang dapat menciptakan kreativitas dalam suatu masyarakat informasi baru. Mereka menyebutnya dengan proses TLC (Teaching, Learning, and Creativity) yaitu suatu proses pembelajaran bagaimana berpikir (learning how to think), pembelajaran bagaimana belajar (learning how to learn), dan pembelajaran bagaimana belajar (learning how to learn), dan pembelajaran bagaimana menciptakan sesuatu (learning  how to create).
Kreativitas adalah inisiatif terhadap suatu produk atau proses yang bermanfaat, benar, tepat, dan bernilai terhadap suatu tugas yang lebih bersifat heuristic daripada algorithmic (Purhantara, 2012:156).
Heuristic adalah sesuatu yang merupakan pedoman, petunjuk, atau panduan yang tidak lengkap yang akan menuntun untuk mengerti, mempelajari, atau menemukan sesuatu yang baru. Heuristic bagaikan suatu map (peta buta) yang belum jelas di mana kita dan kemana kita akan berjalan. Heuristic menstimulasi seseorang untuk belajar lebih dalam untuk dirinya, seperti bagaimana menuju kota B dari kota A dengan petunjuk map yang kurang jelas tersebut.
Algorithm adalah suatu mekanikal set dari aturan-aturan, suatu perencanaan operasi yang telah di set sebelumnya untuk pemecahan suatu masalah, pengambilan keputusan, dan penyeleseian konflik. Contohnya, melempar satu koin mata uang adalah suatu algorithm, karena jumlah sisi dari koin dan indikator dari kepala atau ekor telah ditetapkan dengan jelas sehingga hasilnya dapat diperkirakan jika koin tersebut dilemparkan.
Menurut Afiff (2014:76) Secara umum kreativitas seseorang dapat diformulasikan sebagai berikut:
a. Kreativitas dimiliki oleh setiap orang (baik pada tingkat kemampuan yang kecil maupun besar)
b. Kreativitas memerlukan pencapaian dari suatu prespektif yang baru. Paling tidak baru untuk orang tersebut.
c. Persperktif yang baru ini, dicapai dengan membawa bersama pengalaman yang tidak berhubungan sebelumnya.
d. Kreativitas mendambakan sesuatu yang lebih berkualitas.
e. Seseorang harus mendekati lingkungannya dengan cara yang holistic.
f. Orang yang kreatif harus berfantasi, bermain, dan berpikir.
g. Orang yang kreatif bersikap spontan, fleksibel, dan terbuka terhadap pengalaman.
h. Spontanitas dari manusia adalah sumber dari kreativitas.
Inovasi adalah sesuatu yang berkenan dengan barang, jasa, atau ide yang dirasakan baru oleh seseorang. Meskipun ide tersebut telah lama ada tetapi ini dapat dikatakan suatu inovasi bagi orang yang baru melihat atau merasakannya. Perusahaan dapat melakukan inovasi dalam bidang;
1. Inovasi produk (barang, jasa, ide, dan tempat).
2.Inovasi manajemen (proses kerja, proses produksi, keuangan, pemasaran,).

2.1.3.  Pengertian Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin para pengikutnya, perilaku para pemimpin itu disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian. Seorang pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu program dan yang berperilaku secara bersama-sama dengan anggota-anggota kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong, memotivasi dan mengkordinasikan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Suwatno (2014:166) menyatakan pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki superioritas tertentu, sehingga memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakkan orang lain melakukan usaha bersama guna mencapai sasaran tertentu. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan satu usaha kooperatif mencapai tujuan yang sudah direncanakan.
Menurut Mulyadi (2015:141) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan adalah kekuatan untuk menggunakan dan mempengaruhi, memberi inspirasi seseorang atau sekelompok untuk mencapai tujuan/ sasaran tertentu.
Menurut Siswanto (2013:169) mengartikan gaya kepemimpinan adalah sikap dan perilaku untuk memengaruhi para bawahan agar mereka mampu bekerja sama sehingga membentuk jalinan kerja yang harmonis agar tercapai efisiensi dan efektifitas guna mencapai tingkat produktifitas sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Menurut Northouse (2013:5) mengungkapkan bahwa Kepemimpinan adalah proses dimana individu memengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Hasibuan (2014:13) mengungkapkan bahwa kepemimpinan adalah gaya seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif sesuai dengan perintahnya.
Sedangkan menurut Covey (2004:74) dalam Mulyadi (2015:141) mengungkapkan bahwa kepemimpinan adalah kapasitas untuk menterjemahkan visi kedalam realita dengan kata lain kepemimpinan berarti turut melibatkan orang lain dan lebih mengutamakan visi diatas segalanya, baru kemudian pada langkah pelaksanaannya.
Berdasarkan pengertian - pengertian gaya kepemimpinan di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah kemampuan seseorang pemimpin dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hellriegel dan Slocum dalam Mulyadi (2015:143) :
a. Teori Sifat ( Trait Theories of Leadership )
Membedakan para pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin dengan cara  berfokus pada berbagai sifat dan karakteristik pribadi. Pencarian atribut-atribut kepribadian, sosial, fisik, atau intelektual guna mendeskripsikan dan membedakan pemimpin dari yang bukan pemimpin, merupakan tingkatan paling awal dalam penelitian kepemimpinan. Sebuah tinjauan akhir tahun 1960-an mengenai 20 kajian yang berbeda mengidentifikasikan hampir 80 sifat kepemimpinan, tetapi hanya 5 darinya yang sama dalam empat penelitian atau lebih, sehingga para peneliti mengelompokkan sifat-sifat kepemimpinan itu kedalam kerangka kepribadian. Model 5 besar menurut Mulyadi (2015:144) yaitu:
1)      Ekstraversi;
2)      Kemampuan bersepakat;
3)      Stabilitas emosi;
4)      Sifat berhati-hati (conscientiousness);
5)      Keterbukaan terhadap hal baru (openness to experience).
Secara keseluruhan, pendekatan sifat-sifat ini memang menawarkan sesuatu. Para pemimpin dengan sifat ekstraversi (individu-individu yang suka berada di dekat orang lain dan yang mampu menunjukan dirinya), konsisten (individu-individu yang disiplin dan menepati komitmen yang mereka buat), dan terbuka (individu-individu yang kreatif dan fleksibel), memang tampak lebih unggul dalam hal kepemimpinan, mengisyaratkan bahwa pemimpin yang baik memiliki sifat-sifat utama yang sama.
b. Teori Perilaku Kepemimpinan (Behavioral theories of leadership)
Pendekatan perilaku pada kepemimpinan akan memiliki implikasi-implikasi yang sangat berbeda dari pendekatan sifat. Penelitian sifat menyediakan suatu landasan untuk memiliki orang-orang yang tepat yang akan menerima posisi formal dalam kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi yang membutuhkan kepemimpinan. Sebaliknya, apabila studi perilaku digunakan sebagi faktor penentu perilaku kepemimpinan yang terutama bisa melatih orang-orang menjadi pemimpin. Perbedaan antara teori sifat dan teori perilaku dalam penerapannya terletak pada asumsi-asumsi pokoknya. Teori sifat berasumsi bahwa pemimpin dilahirkan, bukan diciptakan. Namun, bila ada perilaku-perilaku tertentu yang mengidentifikasi pemimpin, maka bisa diajarkan kepemimpinan.
c. Teori Kemungkinan (Contingency Theory)
Beberapa pendekatan untuk mengisolasi variabel-variabel situasional yang utama telah terbukti lebih berhasil bila dibandingkan dengan yang lainnya. Ada beberapa pendekatan menurut teori kemungkinan (Mulyadi, 2015:146), yaitu:
1) Model Fiedler
Model kepemimpinan yang komprehensif dikembangkan oleh Fred Fiedler. Model kepemimpinan Fiedler (Fiedler Contingency Model) menyatakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada kesesuaian antara gaya pemimpin dan sejauh mana situasi tersebut memberikan kendali kepada pemimpin tersebut. Fiedler meyakini bahwa salah satu faktor utama bagi kepemimpinan yang berhasil adalah gaya kepemimpinan dasar seorang individu. Fiedler mengasumsikan bahwa gaya kepemimpinan seseorang bersifat tetap atau tidak akan berubah. Selanjutnya adalah mencocokkan pemimpin dengan situasi.
Fiedler mengidentifikasi tiga dimensi kemungkinan yang menurutnya menentukan faktor-faktor situasional kunci yang menentukan kepemimpinan. Faktor-faktor tersebut didefinisikan sebagai berikut (Mulyadi, 2015:147):
a)   Hubungan pemimpin-anggota; Tingkat kepatuhan, kepercayaandan rasa hormat para anggota terhadap pemimpin mereka.
b)   Struktur tugas; Tingkat sejauh mana penentuan pekerjaan diproseduralkan (yaitu, terstruktur atau tidak terstruktur).
c)   Kekuatan posisi; Tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin atas variabel-variabel kuasa seperti perekrutan, pemecatan, pendisiplinan, promosi dan kenaikan gaji.
Langkat berikutnya adalah mengevaluasi situasi menurut tiga variabel kemungkinan ini. Fiedler menyatakan bahwa bila hubungan pemimpin-anggota lebih baik, struktur pekerjaan lebih tinggi, dan kekuatan posisi lebih kuat, kontrol yang dimiliki oleh pemimpin tersebut pun lebih besar.
Berdasarkan penelitiannya, Fiedler menyimpulkan bahwa pemimpin yang berorientasi tugas bekerja sangat baik dalam situasi-situasi dengan tingkat kontrol yang tinggi dan rendah, sementara pemimpin yang berorientasi hubungan kerja sangat baik dalam situasi-situasi dengan tingkat kontrol yang moderat.


2) Teori Situasional Hersey dan Blanchard (Situasional Leadership Theory)
Kepemimpinan situasional adalah sebuah teori kemungkinan yang berfokus pada para pengikut. Kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan cara memilih gaya kepemimpinan yang benar, yang menurut Hersey dan Blanchard bergantung pada tingkat kesiapan para pengikut. Penekanan pada pengikut dalam mencerminkan realitas bahwa para pengikutlah yang menerima atau menolak pemimpin tersebut. Istilah kesiapan, sebagaimana didefinisikan oleh Hersey dan Blanchard, merujuk pada tingkat sampai mana orang memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
Teori situasional kepemimpinan berasumsi bila seorang pengikut tidak mampu dan tidak bersedia, pemimpin harus memberikan pengarahan secara jelas dan spesifik. Bila para pengikut tidak mampu namun bersedia, pemimpin harus menampilkan orientasi tugas yang tinggi untuk mengimbangi kurangnya kemampuan para pengikut serta orientasi hubungan yang juga tinggi untuk membuat para pengikut menuruti keinginan pemimpin. Bila para pengikut mampu namun tidak bersedia, pemimpin harus menggunakan gaya yang suportif dan partisipatif, sementara bila pengikut mampu dan bersedia, pemimpin tidak perlu berbuat banyak.


3) Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota (Leader-Member Exchange Theory)
Teori ini menyatakan bahwa diawal sejarah interaksi antara seorang pemimpin dan seorang anggota tertentu, pemimpin secara implisit mengategorikan pengikut tersebut sebagai “orang dalam” atau “bukan orang dalam” dan bahwa hubungan semacam itu relatif stabil untuk waktu yang lama.
4)   Teori Jalan-Tujuan (Path-Goal Theory)
Inti dari teori ini adalah bahwa pemimpin mempunyai tugas untuk membantu bawahannya dalam pencapaian tujuan-tujuan dan menyediakan petunjuk dan dukungan yang diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut seiring sejalan dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan.
Teori ini memuat empat tipe atau gaya pokok perilaku pemimpin (Mulyadi, 2015:149), yaitu:
a)   Kepemimpinan Direktif (Directive Leadership)
Bawahan mengetahui secara jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah khusus diberikan oleh pemimpin, disini tidak ada partisipasi oleh bawahan (supportive leadership).
b)   Kepemimpinan Suportif (Supportive Leadership)
Pemimpin yang selalu bersedia menjalankan, sebagai teman, mudah didekati dan menunjukkan diri sebagai orang sejati bagi bawahan.

c)   Kepemimpinan Partisipatif (Partisipatif Leadership)
Pemimpin meminta dan mempergunakan saran-saran dari bawahan, tetapi masih membuat keputusan
d)  Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement Oriented Leadership)
Pemimpin mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang menarik dan merangsang bawahan untuk mencapai tujuan tersebut dan melaksanakannya dengan baik.

2.1.4.  Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. Secara relatif ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu otokratis, demokratis atau partisipatif dan laissez-faire (Mulyadi, 2015:150), yaitu:
a.       Otokratis (Authoritarian)
1)      Penentu kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin.
2)      Teknik-teknik dan langkah-langkah kegiatan didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkat yang luas.
3)      Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerja bersama setiap anggota.
4)      Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota, mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan keahliannya.
b.      Demokratis (Democratic)
1)      Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin.
2)      Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan bila dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternative procedure yang dapat dipilih.
3)      Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
4)      Pemimpin adalah obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.
c.       Kebebasan (Laissez-Faire)
1)      Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari pemimpin.
2)      Bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila akan memberikan informasi pada saat ditanya.
3)      Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas.
4)      Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.
Disamping memasukkan dimensi efektivitas, juga mempertimbangkan dampak situasional pada gaya yang sesuai. Setiap gaya kepemimpinan tersebut dapat efektif atau tidak efektif tergantung pada situasi.

2.1.5.  Teori X dan Teori Y dari McGregor
Strategi kepemimpinan efektif yang mempergunakan manajemen partisipatif dikemukakan oleh McGregor dalam Handoko (2012:300) mempunyai dampak besar pada para manajer. Konsep McGregor yang paling terkenal adalah bahwa strategi kepemimpinan dipengaruhi anggapan-anggapan seorang pemimpin tentang sifat dasar manusia.
a.       Anggapan-anggapan dalam Teori X :
1)      Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin.
2)      Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan, atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3)      Rata-rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggungjawab, memiliki ambisi relative kecil, dan menginginkan keamanan/jaminan hidup di atas segalanya.
b.      Anggapan-anggapan dalam Teori Y
1)      Penggunaan usaha fisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, seperti bermain atau istirahat.
2)      Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. Orang akan melakukan pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah disetujuinya.
3)      Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka.
4)      Rata-rata manusia, dalam kondisi yang layak, belajar tidak hanya untuk menerima tetapi mencari tanggungjawab.
5)      Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreativitas dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi yang secra luas tersebar pada seluruh karyawan.
6)      Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagaian saja dalam kondisi kehidupan industri modern.
Seorang pemimpin yang menganut anggapan-anggapan Teori X akan cenderung menyukai gaya kepemimpinan otokratik. Sebaliknya, pemimpin yang mengikuti Teori Y akan lebih menyukai gaya kepemimpinan partisipatif atau demokratik.
c.       Perilaku Perintah dan Pemberian Dukungan
Gaya kepemimpinan mengandung pola perilaku dari seseorang yang mencoba untuk mempengaruhi orang lain. Hal itu mencakup perilaku perintah (tugas) dan perilaku pemberi dukungan (hubungan). Perilaku perintah membantu anggota kelompok mencapai tujuan dengan memberi perintah, mencapai tujuan dan metode evaluasi, menetapkan waktu, menetapkan peran, dan menunjukkan cara mencapai tujuan. Gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan lebih jauh ke dalam kategori yang berbeda dari perilaku perintah dan perilaku pemberian dukungan (Northouse, 2013:97), yaitu :
1)      Gaya Memerintah
Dalam pendekatan ini, pemimpin memfokuskan komunikasi pada pencapain tujuan dan menghabiskan jumlah waku yang lebih sedikit dengan menggunakan perilaku pemberian dukungan. Dengan menggunakan gaya ini, pemimpin memberi instruksi tentang apa dan bagaimana tujuan yang akan dicapai oleh pengikut, dan kemudian mengawasi mereka dengan hati-hati.
2)      Pendekatan Pelatihan dan Gaya Perintah Tinggi
Pemimpin memfokuskan pada pencapaian tujuan dan pemenuhan kebutuhan sosial-emosi pengikut. Gaya pelatihan meminta memimpin itu untuk melibatkan dirinya dengan pengikut, dengan memberi dukungan dan meminta masukan dari pengikut. Tetapi pelatihan adalah perluasan dari gaya memerintah karena hal itu tetap menuntut pemimpin untuk membuat keputusan akhir tentang apa dan bagaimana pencapaian tujuan.
3)      Pendekatan yang Mendukung
Menuntut pemimpin untuk mengambil gaya memberi dukungan tinggi dan gaya perintah rendah. Pemimpin tidak hanya berfokus pada tujuan tetapi menggunakan perilaku pemberi dukungan yang membuat karyawan menunjukan keterampilannya untuk melaksanakan tugas yang ditetapkan. Gaya mendukung ini mencakup mendengarkan, memuji, meminta masukan, dan memberi umpan balik. Pemimpin dengan gaya ini tetap bersedia untuk membantu pemecahan masalah.
4)      Pendekatan Mendelegasikan
Pemimpin menawarkan lebih sedikit masukan tugas dan dukungan sosial, meningkatkan motivasi dan keyakinan diri karyawan dalam kaitannya dengan tugas. Pemimpin dalam pendekatan ini mengurangi keterlibatan dirinya dalam perencaaan, pengawasan hal-hal yang rinci, dan klarifikasi tujuan. Setelah kelompok sepakat dengan apa yang dilakukan. Gaya ini memberikan pengikut untuk bertanggungjawab atas penyelesaian pekerjaan dengan cara yang mereka anggap sesuai. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini hanya mengontrol pengikut dan menahan diri untuk tidak ikut campur dengan memberi dukungan sosial yang tidak perlu.    

2.1.6.  Proses Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu proses bukan suatu yang terjadi seketika. Istilah proses dapat dijelaskan dalam pengertian konsep sistem kepemimpinan yang terdiri dari masukan (input), proses (process) dan keluaran (output) kepemimpinan seperti gambar 2.3. sebagai berikut
     INPUT                             PROSES                                  OUTPUT                    1. Pemimpin                 1. Interaksi antara pemimpin dan                1. Pengikut terpengaruh
        2. Pengikut                        pengikut                                                   2. Pengikut tidak
        3. Visi                          2. Pemimpin dan pengikut saling                     terpengaruh.  
        4. Kekuasaan                   mempengaruhi                                              3. Visi/ tujuan tercapai
 5. Teknik                     3. Pemimpin dan pengikut berupaya          4. Visa/ tujuan tidak
     mempengaruhi        4. Proses pemberdayaan pengikut                   tercapai.
                6.Sumber-sumber       5. Proses perubahan                                     5. Perubahan  tercapai
 7. Situasi, dsb              6. Proses manajemen konflik, dsb              6.Tidak terjadi perubahan
                
 

Sumber: Perilaku Organisasi dan Kepemimpinan Pelayanan (Mulyadi, 2015:155)
GAMBAR 2.3.
Sistem Kepemimpinan

Masukan adalah input yang diperlukan oleh kepemimpinan, yang diperlukan oleh kepemimpinan antara lain adalah adanya pemimpin, pengikut, visi, kekuasaan, teknik mempengaruhi, situasi dan sumber-sumber kepemimpinan yang lainnya. Proses merupakan interaksi antara pemimpin dan pengikut yang saling mempengaruhi satu sama lain untuk merealisasi visi. Sedangkan keluaran adalah hasil dari kepemimpinan.

2.1.7.  Pengertian Produksi
Kegiatan-kegiatan manajemen produksi dan operasi-operasi tidak hanya menyangkut pemrosesan (manufacturing) berbagai barang. Tentu saja benar bahwa kegiatan-kegiatan produksi banyak dilaksanakan diperusahaan-perusahaan manufacturing yang membentuk tulang belakang masyarakat konsumen melalui produksi berbagai macam produk. Tetapi orang-orang  juga melaksanakan kegiatan-kegiatan produksi dalam organisasi-organisasi yang menyediakan berbagai bentuk jasa. Dalam kenyataannya, akhir-akhir ini berkembang cukup pesat usaha-usaha produktif di sektor jasa. Atas dasar perkembangan tersebut, istilah manajemen produksi yang telah banyak dipakai sebelumnya (sampai sekarang) secara meluas, dipandang kurang mencakup seluruh kegiatan sistem-sistem produktif dalam masyarakat ekonomi.
Menurut Assauri (2012:18) produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa, untuk kegiatan mana dibutuhkan faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi berupa tanah, tenaga kerja, dan skill (organization, managerial, dan skills).
Menurut Handoko (2015:3) mendefiniskan bahwa manajemen produksi dan operasi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumber daya (faktor produksi) tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah dan sebagainya dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk atau jasa.
Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2014:28) memberikan pengertian bahwa kegiatan produksi adalah kegiatan mengolah masukan dalam proses dengan memakai metode tertentu untuk menghasilkan keluaran yang ditentukan sebelumnya, baik berupa barang maupun jasa.
Sedangkan menurut Fahmi (2014:02) produksi adalah sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan baik berbentuk barang (goods) maupun jasa (services) dalam suatu periode waktu yang selanjutnya dihitung sebagai nilai tambah bagi perusahaan.
Berdasarkan definisi produksi di atas, maka dapat diartikan bahwa produksi merupakan suatu kegiatan untuk mentransformasikan faktor-faktor produksi, sehingga dapat meningkatkan atau menambah faidah bentuk, waktu dan tempat suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia yang diperoleh melalui pertukaran.


2.1.8.   Manajemen Produksi
Pengertian manajemen produksi dan operasi tidak terlepas dari pengertian manajemen. Dengan istilah manajemen dimaksudkan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan atau mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain. Dalam pengertian ini terdapat tiga unsur yang penting, yaitu adanya orang yang lebih dari satu, adanya tujuan yang ingin dicapai dan orang yang bertanggungjawab akan tercapainya tujuan tersebut. Sering pengertian manajemen  ini dikaitkan dengan pengertian organisasi, yaitu alat untuk mencapai tujuan dalam manajemen, sehingga organisasi dianggap alat manajemen dalam pencapaian tujuannya (Assauri, 2012:18).
Kegiatan untuk meningkatkan kegunaan suatu barang dan jasa sering dikenal sebagai kegiatan mentransformasikan antara masukan (input) menjadi keluaran (output), tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi dibutuhkan bantuan bantuan dan dilakukan secara bersama-sama dengan orang lain, sehingga diperlukan kegiatan manajemen. Kegiatan manajemen ini dibutuhkan untuk mengatur dan mekombinasikan faktor-faktor produksi yang berupa sumber-sumber daya dan bahan untuk meningkatkan kegunaan barang dan jasa tersebut secara efektif dan efisien, dengan memanfaatkan ketrampilan atau skill yang dimiliki para manajer.
Banyak usaha dalam manajemen produksi dan operasi yang terkait dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktivitas mempunyai banyak keuntungan bagi tenaga kerja dan manajer.
Menurut Assauri (2012:20) ada permasalahan yang penting dalam peningkatan produktivitas yaitu:
a.       Produktivitas akan meningkat bila terdapat peningkatan kondisi kerja dari kondisi yang kurang baik menjadi kondisi yang lebih baik,
b.      Beberapa hasil peningkatan produktivitas tidak dapat membantu organisasi secara keseluruhan, karena hasil tersebut hanya terkait dengan perbaikan pada bidang tertentu, sedangkan bidang lain mungkin tidak terpengaruh.
Manajemen produksi dan operasi dalam mengatur dan mengkoordinasikan penggunaan sumber daya perlu membuat keputusan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk mencapai tujuan, yaitu barang dan jasa yang dihasilkan  sesuai dan tepat waktu dengan apa yang diharapkan.

2.1.9.  Strategi Produksi
Russel dan Taylor dalam Haming dan Nurnajamuddin (2014:43) menyatakan bahwa strategi adalah visi umum yang menyatukan organisasi, menyediakan acuan konsistensi dalam pembuatan keputusan, dan akan tetap menjaga agar perusahaan bergerak pada arah yang benar. Chase dan Aquilani dalam Haming dan Nurnajamuddin (2014:43) menyatakan bahwa strategi operasi adalah sesuatu yang berhubungan dengan penentuan kebijakan dan rencana umum untuk memanfaatkan sumber daya produksi perusahaan agar dapat mendukung sebaik-baiknya strategi bersaing jangka panjang perusahaan. Lebih lanjut chase, dkk dalam Haming dan Nurnajamuddin (2014:43) menjelaskan bahwa strategi operasi (Operations Strategy) harus terintegrasi dengan strategi perusahaan (Coorporate Strategy). Strategi berhubungan dengan proses jangka panjang yang harus memperhatikan perubahan di masa datang yang pasti terjadi. Strategi operasi berhubungan dengan keputusan tentang desain mengenai proses dan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung proses yang bersangkutan. Desain proses mencakup pemilihan teknologi produksi yang sesuai, skala usaha selama perjalanan waktu, peranan sediaan, dan pemilihan lokasi tempat pelaksanaan proses produksi. Selanjutnya, keputusan mengenai infrastruktur menyangkut pemikiran logis yang berkaitan dengan sistem perencanaan dan pengendalian, penjaminan dan pengendalian mutu, struktur penggajian, dan penataan struktur organisasi fungsi produksi.
                 Dengan mengintregasikan makna yang dikandung oleh pengertian yang diketengahkan, strategi pada dasarnya merupakan penerjemahan visi perusahaan ke dalam rumusan kebijakan jangka panjang untuk dijadikan pedoman dalam menggerakkan perusahaan ke tujuan yang telah direncanakan dengan konsisten serta untuk membuat keputusan yang relevan mengenai pemberdayaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan.
2.2.     Penelitian Terdahulu
Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang menurut peneliti perlu dijadikan bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Karya ilmiah yang relevan seperti tabel 2.1. sebagai berikut:


TABEL 2.1.
Penelitian Terdahulu
No.
Judul Penelitian dan Pengarang
Hasil Penelitian
a.
Hubungan Kreativitas, Gaya Kepemimpinan dan Kompetensi dalam Membentuk Kepuasan Kerja Karyawan pada PT Interdata Bhakti Mulya (Yuliana Wangsadinata, 2013)



Kreativitas, gaya kepemimpinan, dan kompetensi berpengaruh dan berkontribusi secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan sebesar 58.5%. Dapat diartikan bahwa dengan menerapkan kreativitas dengan baik, gaya kepemimpinan diterapkan dengan baik dan mempunyai kompetensi yang baik dapat memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.
b.
Pengaruh Disiplin Keja dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan pada UD. Pustaka Belajar Yogyakarta (Galih Aryo Nimpuno, 2015)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa disiplin kerja dan gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
3
Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Kreativitas Pemimpin Terhadap Kinerja pada Daihatsu Kharisma
(Agus S. Soegoto, 2015)

Hasil penelitian  menunjukkan gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan inovasi pemimpin berpengaruh secara simultan. Secara  parsial pengaruh gaya kepemimpinan  dan inovasi pemimpin berpengaruh baik dan positif  terhadap kinerja karyawan Daihatsu Kharisma. Sedangkan pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan tidak berpengaruh signifikan dan negatif.
4
Peranan Kepemimpinan dan Sistem Pengendalian dalam Mengatasi Masalah Pengendalian pada Matchbox Too Coffee and Friend (Yennie siauw, 2013)

Kepemimpinan dan sistem pengendalian manajemen dapat bekerja efektif dalam membantu menanamkan nilai-nilai badan usaha ke dalam diri para karyawan sehingga dapat membentuk karakteristik mereka sesuai dengan nilai-nilai badan usaha. Hal ini dapat membantu dalam mengatasi masalah pengendalian (control Problems) yang ada. Namun, sebaik-baiknya kepemimpinan dan sistem pengendalian manajemen tidak dapat menjamin bahwa kemungkinan kegagalan tidak akan pernah terjadi.




2.3.     Kerangka Kerta Teoritis
Perusahaan yang memperhatikan antara kreativitas manajemen dan gaya kepemimpinan bisa mengevaluasi apakah ada hubungannya dengan tingkat produksi yang dihasilkan.


Kreativitas Manajemen (X1)
Gaya Kepemimpinan (X2)
Tingkat Produksi (Y)
 







GAMBAR 2.4.
Kerangka Kerja Teoritis

Perusahaan atau organisasi perlu memberikan perhatian khusus mengenai kreativitas manajemen dan gaya kepemimpinan guna mendapatkan tingkat produksi yang optimal.




2.4.     Hipotesis
Hipotesis adalah suatu proporsi atau dugaan sementara yang mungkin benar atau salah dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut.
Menurut Sujarweni (2014:62) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap tujuan penelitian yang diturunkan dari kerangka pemikiran yang telah dibuat. Hipotesis merupakan pernyataan tentatif tentang hubungan antara dua variabel atau lebih.
Sedangkan menurut Sugiyono (2014:64) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah kesimpulan awal dari sebuah penelitian, yang belum teruji kebenarannya (perkiraan), dan untuk membuktikan kebenarannya maka dilakukanlah penelitian.
Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

a.       Terdapat pengaruh hubungan antara kreativitas manajemen dan tingkat produksi pada PT. Propan Raya ICC.
b.      Terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan dan tingkat produksi
c.       terdapat pengaruh yang kuat antara hubungan kreativitas manajemen dan gaya kepemimpinan terhadap tingkat produksi PT. Propan Raya ICC.